Urbanisasi dan Pengembangan Wilayah
Dengan adanya proses
urbanisasi maka mendorong daerah-daerah untuk bertumbuh dari perdesaan menjadi
perkotaan, perluasan kawasan suatu kota, atau yang disebut dengan reklasifikasi
karena adanya perubahan multi dimensi akibat dari pembangunan yang dilakukan. Dampak
dari urbanisasi secara otomatis menambah jumlah penduduk di suatu perkotaan hal
ini terjadi terutama di daerah pinggiran kota yang berdekatan dengan kota-kota
besar yang mendorong lajunya proses perubahan tersebut. Pertambahan ini pun
tidak serta merta diartikan bahwa adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota
tetapi karena adanya perluasan kawasan perkotaan yaitu daerah yang semula
pedesaan berkembang menjadi daerah perkotaan biasanya terjadi daerah-daerah di
Jawa. Berbicara urbanisasi tidak terlepas adanya migrasi desa-kota yang
merupakan bagian dari terminologi urbanisasi. (Pontoh dan Kustiawan 2009),
secara historis, kota memegang beberapa peranan penting dalam kehidupan politk,
sosial, dan ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu terjadinya urbanisasi karena
adanya perubahan fungsi yang ada di perkotaan. Dari peranan ekonomi, dengan
adanya pembangunan yang pesat di kota-kota besar terutama di pulau Jawa akan
mengundang masyarakat dari daerah tertinggal untuk melakukan perpindahan untuk
mencari pekerjaan yang lebih baik di di kota-kota tersebut. Padahal di kota
tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja di sektor industri dan jasa
sehingga belum tentu masyarakat yang ingin mencari pekerjaan di kota sesuai
dengan kualifikasi yang mereka miliki.
Perpindahan penduduk inilah yang
mesti menjadi fokus utama dalam pengendalian urbanisasi. Gunner Myrdal (1968)
berargumen bahwa urbanisasi merupakan aspek dari kemiskinan belaka. Urbanisasi
lebih merupakan akibat dari reaksi terhadap timpangnya pertumbuhan ekonomi yang
sangat lebar di antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Pembangunan daerah-daerah tertinggal di
luar Jawa seperti Kawasan Timur Indonesia dan daerah terbelakang lainnya perlu
di kembangkan sesuai karakteristiknya. Pembangunan di wilayah tersebut perlu
dilakukan agar menekan exodus masyarakat daerah tertinggal perdesaan ke daerah
maju perkotaan karena hal ini pun menjadi permasalahan bukan saja bagi
perkotaan sebagai tujuan migrasi tetapi perdesaan yang di tinggalkan pun
mengalami permasalahan di antaranya adalah perpindahan masyarakat yang
produktif, perpindahan modal, dan lainnya yang pada akhirnya akan mengurangi
produktifitas di desa itu sendiri. Selain itu juga perlunya pengembangan yang
berfokus kepada masyarakat lokal di daerah tertinggal untuk menjadi aktor utama
dalam meningkatkan daya saing wilayahnya.
Pengembangan
masyarakat daerah tertinggal
Urbanisasi yang berlebih akan
mengancam perkotaan di Indonesia. Hal ini akan menciptakan permasalahan baru
dengan tidak terakomodirnya pencari kerja di kota karena akan menambah jumlah
pengangguran di kota dan menghasilkan masalah sosial lainnya seperti permukiman
kumuh, penggunaan lahan-lahan secara ilegal, urban crime, penempatan
ruang-ruang terbuka dan lainnya. Hal tersebut mesti di antisipasi terutama dari
daerah tertinggal untuk menekan perpindahan penduduk. Berbagai permasalahan
yang ada harus di maknai bahwa masalah itu menjadi perhatian bersama yang
melibatkan para stakeholder yang terdiri dari elemen pemerintah sebagai
institusi publik yang mana peran utama adalah untuk mengurangi ketidakpastian
dengan membentuk stabilitas dan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal
untuk mendukung produktifitas. Elemen non-pemerintah yaitu peran swasta sebagai
pemilik modal yang perlu diajak untuk berinvestasi pada sektor potensial di
daerah tertinggal yang nantinya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan
elemen masyarakat baik secara individu maupun organisasi karena masyarakat di
daerah tertinggal perlu didorong untuk berkembang pada daerahnya masing-masing.
Tiga elemen yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan elemen penting,
tetapi yang ingin digaris bawahi adalah elemen masyarakat di daerah tertinggal
yang perlu mendapatkan perhatian besar. Alasannya sederhana karena masyarakat
yang sebagian besar adalah kelas menengah ke bawah yang rentan akan kemiskinan
terhadap kebijakan pemerintah apabila tidak mengakomodir kepentingan mereka.
Pada akhirnya masyarakat di pedesaan
memilih ke kota, sedangkan pemerintah mempunyai kekuasaan, dan swasta memiliki
modal yang sedikit banyak bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Masyarakat
harus dijadikan aktor utama dalam pengembangan wilayah bukan saja dijadikan
sebagai pekerja atau buruh pada perusahan-perusahan swasta. Masyarakat juga
didorong untuk memiliki jiwa kewiraushaan yang mampu memanfaatkan peluang pasar
melalui inovasi-inovasi. Pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja buat
masyarakat lokal itu sendiri tanpa tergantung pada perusahan swasta ataupun
melakukan perpindahan pada perkotaan karena tidak adannya lapangan kerja.
Dengan pengembangan yang berfokus pada masyarakat di daerah tertinggal, akan
mempengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan perpindahan pada perkotaan yang
pada akhirnya akan mengakibatkan inefisiensi di perkotaan.
Selain itu agar pemerintah dan
pemerintah daerah juga tidak berlebihan tergantung pada investor asing dalam
pengembangan wilayah atau pusat-pusat pertumbuhan di daerah tertinggal karena
tidak bisa di pungkiri bahwa proses urbanisasi dipengaruhi oleh modal asing
yang berinvestasi di daerah-daerah di Indonesia. Hal itu tidaklah salah dengan
zaman serba globalisasi seperti sekarang akan tetapi alangkah lebih baiknya
ketika pengembangan berbasis pada masyarakat lokal. Mungkin saja prosesnya akan
memakan waktu lama tetapi untuk kepentingan jangka panjang dalam pengembangan
wilayah. Menjadi sebuah harapan bahwa kebijakan pengembangan wilayah kedepannya
masyarakat lokal bisa menjadi perhatian utama untuk di kembangkan kemampuannya
dalam berwirausaha yang mammpu mengkonversi sumber daya lokal menjadi produk
yang mempunyai nilai jual yang tinggi misalnya sektor pertanian, sektor
industri kreatif, sektor kesesnian dan budaya dan lainnya.
Konsep
Keterkaitan Desa Kota dalam Pengembangan Wilayah
Keterkaitan desa kota merupakan
strategi pengembangan wilayah yang bersifat vertikal. Hal ini berbeda dengan strategi growth pole
yang menempatkan suatu core sebagai pusat pertumbuhan yang umumnya berada di
urban dengan strategi efek penetesan secara horizontal. Strategi desa kota memandang
desa dan kota memiliki peran dan kedudukan yang sama dalam pengembangan
wilayah. dalam strategi ini, kota dan desa merupakan suatu kesatuan yang utuh
sehingga dalam upaya pengembangan wilayah tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Tidak dapat dipisahkannya desa dan kota dikarenakan antara desa dan kota
terdapat keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain.
Secara umum, keterkaitan desa kota
jelas terlihat dari hubungan fungsional desa dan kota. Desa membutuhkan kota
dalam pemasaran hasil produksi dan mendapatkan barang jasa yang tidak dapat
disediakan di desa. Sedangkan kota membutuhkan hasil produksi dari desa untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, sebagai bahan baku industri dan untuk
mengoptimalkan fungsi kota sebagai pusat distribusi. Menurut Rondenelli (1985),
keterkaitan desa dan kota dapat ditinjau
dari keterkaitan fisik (infrastruktur), ekonomi (aliran barang dan jasa),
mobilitas penduduk (migrasi), teknologi, interaksi sosial, penyediaan
pelayanan, politik, administrasi dan organisasi.
Kunci utama keberhasilan strategi
keterkaitan desa kota adalah pengoptimalan peran dan fungsi kota dan desa dalam
pengembangan wilayah. Kota memiliki peran sebagai market center (pusat
pemasaran) hasil pertanian desal dan pendistribusian hasil pertanian ke wilayah
lain. Peran kota sebagai market center tidak akan berhasil jika tidak ada
dukungan hasil pertanian yang baik dari desa. Selain itu, kota juga sebagai
penyedia barang dan jasa yang dibutuhkan desa untuk meningkatkan produktivitas
pertanian. Kota dapat tumbuh dengan adanya peningkatan pasokan hasil pertanian
dan konsumsi dari desa dan desa dapat tumbuh dengan adanya dukungan market
center, fasilitas serta barang jasa yang ada di kota.
Menurut Douglas (1998), keberhasilan
strategi keterkaitan desa kota dipengaruhi 5 (lima) aliran (flows) antara desa
dan kota yaitu manusia, produksi, komoditas, pendapatan dan infromasi. Dalam
proses aliran ini dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal yaitu struktur desa, fungsi dan
peran kota serta intervensi kebijakan. Strategi keterkaitan desa kota dalam pengembangan
wilayah dapat berhasil jika masing-masing desa dan kota memainkan peran dan
fungsinya secara optimal dan dalamnya terdapat aliran yang lancar antara desa
dan kota dengan didukung adanya intervensi kebijakan yang kuat.
Daftar
Pustaka
Douglass, M. 1998. A Regional Network Strategy For Reciprocal
Rural-Urban Linkages: An Agenda For Policy Research With Reference To
Indonesia. Third World Planning Review, 20 (1). pp. 1-25.
Lo, Shalih dan M. Douglass. 1981.
“Rural-Urban Transformation in Asia” dalam Lo (ed.) Rural-Urban Relations and
Regional Development. Nagoya: Maruzen
Asia. pp. 7-43.
Rondinelli, Denis A. and Kenneth Ruddle.
1985. Applied Method of Regional Analisis. Colorado: West View Press Inc.
Rustiadi, Ernan dkk. 2009. Perencanaan
dan Pengembangan Wilayah. Jakarta :
Soetomo, Sugiono. 2009. Urbanisasi dan
Morfologi. Yogyakarta : Graha Ilmu