Rabu, 26 September 2018

Urbanisasi dan Pengembangan Wilayah


Urbanisasi dan Pengembangan Wilayah

                Dengan adanya proses urbanisasi maka mendorong daerah-daerah untuk bertumbuh dari perdesaan menjadi perkotaan, perluasan kawasan suatu kota, atau yang disebut dengan reklasifikasi karena adanya perubahan multi dimensi akibat dari pembangunan yang dilakukan. Dampak dari urbanisasi secara otomatis menambah jumlah penduduk di suatu perkotaan hal ini terjadi terutama di daerah pinggiran kota yang berdekatan dengan kota-kota besar yang mendorong lajunya proses perubahan tersebut. Pertambahan ini pun tidak serta merta diartikan bahwa adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota tetapi karena adanya perluasan kawasan perkotaan yaitu daerah yang semula pedesaan berkembang menjadi daerah perkotaan biasanya terjadi daerah-daerah di Jawa. Berbicara urbanisasi tidak terlepas adanya migrasi desa-kota yang merupakan bagian dari terminologi urbanisasi. (Pontoh dan Kustiawan 2009), secara historis, kota memegang beberapa peranan penting dalam kehidupan politk, sosial, dan ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu terjadinya urbanisasi karena adanya perubahan fungsi yang ada di perkotaan. Dari peranan ekonomi, dengan adanya pembangunan yang pesat di kota-kota besar terutama di pulau Jawa akan mengundang masyarakat dari daerah tertinggal untuk melakukan perpindahan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di di kota-kota tersebut. Padahal di kota tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja di sektor industri dan jasa sehingga belum tentu masyarakat yang ingin mencari pekerjaan di kota sesuai dengan kualifikasi yang mereka miliki.
            Perpindahan penduduk inilah yang mesti menjadi fokus utama dalam pengendalian urbanisasi. Gunner Myrdal (1968) berargumen bahwa urbanisasi merupakan aspek dari kemiskinan belaka. Urbanisasi lebih merupakan akibat dari reaksi terhadap timpangnya pertumbuhan ekonomi yang sangat lebar di antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Pembangunan daerah-daerah tertinggal di luar Jawa seperti Kawasan Timur Indonesia dan daerah terbelakang lainnya perlu di kembangkan sesuai karakteristiknya. Pembangunan di wilayah tersebut perlu dilakukan agar menekan exodus masyarakat daerah tertinggal perdesaan ke daerah maju perkotaan karena hal ini pun menjadi permasalahan bukan saja bagi perkotaan sebagai tujuan migrasi tetapi perdesaan yang di tinggalkan pun mengalami permasalahan di antaranya adalah perpindahan masyarakat yang produktif, perpindahan modal, dan lainnya yang pada akhirnya akan mengurangi produktifitas di desa itu sendiri. Selain itu juga perlunya pengembangan yang berfokus kepada masyarakat lokal di daerah tertinggal untuk menjadi aktor utama dalam meningkatkan daya saing wilayahnya.

Pengembangan masyarakat daerah tertinggal

            Urbanisasi yang berlebih akan mengancam perkotaan di Indonesia. Hal ini akan menciptakan permasalahan baru dengan tidak terakomodirnya pencari kerja di kota karena akan menambah jumlah pengangguran di kota dan menghasilkan masalah sosial lainnya seperti permukiman kumuh, penggunaan lahan-lahan secara ilegal, urban crime, penempatan ruang-ruang terbuka dan lainnya. Hal tersebut mesti di antisipasi terutama dari daerah tertinggal untuk menekan perpindahan penduduk. Berbagai permasalahan yang ada harus di maknai bahwa masalah itu menjadi perhatian bersama yang melibatkan para stakeholder yang terdiri dari elemen pemerintah sebagai institusi publik yang mana peran utama adalah untuk mengurangi ketidakpastian dengan membentuk stabilitas dan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal untuk mendukung produktifitas. Elemen non-pemerintah yaitu peran swasta sebagai pemilik modal yang perlu diajak untuk berinvestasi pada sektor potensial di daerah tertinggal yang nantinya akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan elemen masyarakat baik secara individu maupun organisasi karena masyarakat di daerah tertinggal perlu didorong untuk berkembang pada daerahnya masing-masing. Tiga elemen yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan elemen penting, tetapi yang ingin digaris bawahi adalah elemen masyarakat di daerah tertinggal yang perlu mendapatkan perhatian besar. Alasannya sederhana karena masyarakat yang sebagian besar adalah kelas menengah ke bawah yang rentan akan kemiskinan terhadap kebijakan pemerintah apabila tidak mengakomodir kepentingan mereka.
            Pada akhirnya masyarakat di pedesaan memilih ke kota, sedangkan pemerintah mempunyai kekuasaan, dan swasta memiliki modal yang sedikit banyak bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Masyarakat harus dijadikan aktor utama dalam pengembangan wilayah bukan saja dijadikan sebagai pekerja atau buruh pada perusahan-perusahan swasta. Masyarakat juga didorong untuk memiliki jiwa kewiraushaan yang mampu memanfaatkan peluang pasar melalui inovasi-inovasi. Pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja buat masyarakat lokal itu sendiri tanpa tergantung pada perusahan swasta ataupun melakukan perpindahan pada perkotaan karena tidak adannya lapangan kerja. Dengan pengembangan yang berfokus pada masyarakat di daerah tertinggal, akan mempengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan perpindahan pada perkotaan yang pada akhirnya akan mengakibatkan inefisiensi di perkotaan.
            Selain itu agar pemerintah dan pemerintah daerah juga tidak berlebihan tergantung pada investor asing dalam pengembangan wilayah atau pusat-pusat pertumbuhan di daerah tertinggal karena tidak bisa di pungkiri bahwa proses urbanisasi dipengaruhi oleh modal asing yang berinvestasi di daerah-daerah di Indonesia. Hal itu tidaklah salah dengan zaman serba globalisasi seperti sekarang akan tetapi alangkah lebih baiknya ketika pengembangan berbasis pada masyarakat lokal. Mungkin saja prosesnya akan memakan waktu lama tetapi untuk kepentingan jangka panjang dalam pengembangan wilayah. Menjadi sebuah harapan bahwa kebijakan pengembangan wilayah kedepannya masyarakat lokal bisa menjadi perhatian utama untuk di kembangkan kemampuannya dalam berwirausaha yang mammpu mengkonversi sumber daya lokal menjadi produk yang mempunyai nilai jual yang tinggi misalnya sektor pertanian, sektor industri kreatif, sektor kesesnian dan budaya dan lainnya.

Konsep Keterkaitan Desa Kota dalam Pengembangan Wilayah

            Keterkaitan desa kota merupakan strategi pengembangan wilayah yang bersifat vertikal.  Hal ini berbeda dengan strategi growth pole yang menempatkan suatu core sebagai pusat pertumbuhan yang umumnya berada di urban dengan strategi efek penetesan secara horizontal. Strategi desa kota memandang desa dan kota memiliki peran dan kedudukan yang sama dalam pengembangan wilayah. dalam strategi ini, kota dan desa merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dalam upaya pengembangan wilayah tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidak dapat dipisahkannya desa dan kota dikarenakan antara desa dan kota terdapat keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain.
            Secara umum, keterkaitan desa kota jelas terlihat dari hubungan fungsional desa dan kota. Desa membutuhkan kota dalam pemasaran hasil produksi dan mendapatkan barang jasa yang tidak dapat disediakan di desa. Sedangkan kota membutuhkan hasil produksi dari desa untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, sebagai bahan baku industri dan untuk mengoptimalkan fungsi kota sebagai pusat distribusi. Menurut Rondenelli (1985), keterkaitan  desa dan kota dapat ditinjau dari keterkaitan fisik (infrastruktur), ekonomi (aliran barang dan jasa), mobilitas penduduk (migrasi), teknologi, interaksi sosial, penyediaan pelayanan, politik, administrasi dan organisasi.
            Kunci utama keberhasilan strategi keterkaitan desa kota adalah pengoptimalan peran dan fungsi kota dan desa dalam pengembangan wilayah. Kota memiliki peran sebagai market center (pusat pemasaran) hasil pertanian desal dan pendistribusian hasil pertanian ke wilayah lain. Peran kota sebagai market center tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan hasil pertanian yang baik dari desa. Selain itu, kota juga sebagai penyedia barang dan jasa yang dibutuhkan desa untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Kota dapat tumbuh dengan adanya peningkatan pasokan hasil pertanian dan konsumsi dari desa dan desa dapat tumbuh dengan adanya dukungan market center, fasilitas serta barang jasa yang ada di kota.
            Menurut Douglas (1998), keberhasilan strategi keterkaitan desa kota dipengaruhi 5 (lima) aliran (flows) antara desa dan kota yaitu manusia, produksi, komoditas, pendapatan dan infromasi. Dalam proses aliran ini dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal yaitu struktur desa, fungsi dan peran kota serta intervensi kebijakan. Strategi keterkaitan desa kota dalam pengembangan wilayah dapat berhasil jika masing-masing desa dan kota memainkan peran dan fungsinya secara optimal dan dalamnya terdapat aliran yang lancar antara desa dan kota dengan didukung adanya intervensi kebijakan yang kuat.

Daftar Pustaka

Douglass, M. 1998.  A Regional Network Strategy For Reciprocal Rural-Urban Linkages: An Agenda For Policy Research With Reference To Indonesia. Third World Planning Review, 20 (1). pp. 1-25.

Lo, Shalih dan M. Douglass. 1981. “Rural-Urban Transformation in Asia” dalam Lo (ed.) Rural-Urban Relations and Regional Development.  Nagoya: Maruzen Asia. pp. 7-43.

Rondinelli, Denis A. and Kenneth Ruddle. 1985. Applied Method of Regional Analisis. Colorado: West View Press Inc.

Rustiadi, Ernan dkk. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta :

Soetomo, Sugiono. 2009. Urbanisasi dan Morfologi. Yogyakarta : Graha Ilmu




ANALISIS POTENSI DAN PRODUK UNGGULAN KABUPATEN SITUBONDO

I.                         PENDAHULUAN Deskripsi Kabupaten Kabupaten Situbondo memiliki beragam potensi yang mampu menunjang pengemban...